Minggu, 21 Desember 2008

A new page and things left unsaid

From me: Today....terlalu lelah untuk menuliskannya. What has done is done. Saya sudah mencapai batas toleransi terendah. Its time for me to open a new page and close the old case. I'm so glad that I've been through this; event there were so many things left unsaid. It's for my own good anyway. Lets moving on!

To Grupo Alegria: Terima kasih atas segalanya...bagaimanapun you're guys who introduce me to capoeira. I apologize for any mistakes that I've done.
To Capoeira Vadiar Indonesia: Terima kasih atas sgala dukungan dan suntikan semangatnya. Semoga saya dapat terus maju bersama kalian. You're all my new family now, my second home. Lets fight together!!

Sabtu, 13 Desember 2008

COLUMBINE HIGH SCHOOL MASSACRE (Part 3)



F. Bagaimana Tragedi Tersebut Terjadi

Berdasarkan hasil investigasi FBI, dalam jurnal kedua remaja tersebut mereka merencanakan titik awal aksinya pukul 5 pagi waktu setempat. Tadinya mereka merencanakan aksinya pada sehari sebelumnya, yaitu 19 April 1999 karena bertepatan dengan peristiwa pengeboman di Oklahoma, namun mendadak mereka mengubahnya menjadi 20 April 1999 karena bertepatan dengan peringatan 110 tahun Adolf Hitler, sang tokoh Nazisme. Akan tetapi sampai saat ini dugaan tersebut masih diragukan keakuratannya karena hanya mereka berdualah yang tahu alasan yang sebenarnya.

Eric dan Dylan bolos dari kelas pertama mereka pada hari itu, yaitu kelas bowling, yang biasanya berlangsung pukul 06.00-07.15 waktu setempat. Oleh gurunya, Kristine Macauley, mereka dinilai siswa yang rajin menghadiri kelasnya. Hanya saja pada hari itu mereka tidak hadir. Lagi, pada jurnalnya masing-masing mereka menuliskan akan memulai aksinya di kafetaria sekolah pukul 11.00 karena pada jam tersebut sejumlah besar siswa akan berkumpul di sana. Pada kenyataannya (berdasarkan laporan para saksi mata), mereka terlihat tiba di sekolah pada pukul 11.10. Mereka membawa kendaraan masing-masing dan parkir di tempat berbeda. Eric mengendarai Honda Civic abu-abu keluaran tahun 1986 dan memarkirnya di parkir timur bertepatan dengan pintu keluar kafetaria, sedangkan Dylan mengendarai BMW hitam keluaran tahun 1982 dan memarkirnya di parkir barat bertepatan dengan pintu masuk sekolah. Kedua tempat parkir tersebut dinilai strategis karena mereka dapat memantau situasi dengan jelas. Sebelum memasuki kafetaria, mereka sempat bertemu dengan Brooks Brown dan tiba-tiba saja Eric yang sebelumnya membencinya menjadi baik kepadanya dan menyuruhnya untuk pulang dan menyelamatkan diri karena mereka akan segera memulai aksinya. Pukul 11.14 keduanya memakai kostum kebanggaan mereka berupa jas hitam panjang (trenchcoat) yang telah disisipkan senjata di dalamnya, kacamata hitam, sepatu boot hitam dan masing-masing membawa duffel bag (tas jinjing besar) yang berisi bom propana seberat 20 pound (atau sekitar 9 kg). Pukul 11.17 (menurut Eric pada waktu inilah kafetaria sedang penuh-penuhnya) mereka memasuki kafetaria untuk menaruh bom tersebut dan kebetulan pada saat itu CCTV kafetaria sedang dimatikan oleh petugas sekolah dan baru dinyalakan kembali pada pukul 11.22. Setelah menaruh bom di lantai bersebelahan dengan 2 meja di kafetaria, mereka kembali ke mobil masing-masing dan menunggu bom tersebut meledak. Pada jurnalnya masing-masing mereka berencana meledakkan sekolah dan menembaki korban selamat yang tersisa. Pada saat itu terdapat sekitar 488 orang di dalam kafetaria yang menjadi calon korban bom mereka. Untungnya bom tersebut gagal meledak, jika tidak ke-488 orang tersebut akan terbunuh dan perpustakaan yang tepat berada di atasnya akan runtuh yang akan mengakibatkan kerusakan struktural yang sangat parah.

Menyadari bom mereka gagal meledak sesuai harapan (‘hanya’ meledak seperti petasan), Eric dan Dylan kembali memasuki kafetaria membawa pistol semi-otomatis 9 mm jenis TEC-DC9 dan senjata api semi-otomatis 9 mm dalam masing-masing jasnya dan satu duffel bag yang berisi puluhan bom pipa dan persediaan amunisi. Untungnya lagi, beberapa menit sebelum mereka memasuki kafetaria, yaitu pukul 11.24, William Sanders, guru olahraga sekaligus pelatih tim basket putri, menyadari bahaya yang mengancam lalu bersama petugas keamanan sekolah berhasil mengevakuasi para siswa yang berada di kafetaria. Sebelum memasuki kafetaria, Eric dan Dylan sempat menembaki beberapa siswa di luar dan menewaskan 2 orang. Ketika memasuki kafetaria, mereka menemukan tempat tersebut telah kosong dan menembaki bom propana yang gagal meledak. Setelah itu mereka berjalan menyusuri koridor sekolah, menembaki para siswa yang berlarian meyelamatkan diri. Dan di situ pulalah, Sanders tertembak 2 kali di leher dan akhirnya tewas akibat kehilangan banyak darah karena baru dievakuasi tim SWAT 3 jam kemudian, walaupun sempat berhasil menyelamatkan diri dan mendapat pertolongan seadanya di ruang sains oleh para siswa yang bersembunyi di sana.



Rekaman CCTV: para siswa yang berlarian panik



Eric-Dylan memasuki kafetaria setelah bom mereka gagal meledak


Pukul 11.29 kedua remaja tersebut memasuki perpustakaan, menyerukan semua orang yang bersembunyi untuk keluar lalu mulai menembaki setiap orang yang mereka jumpai di setiap sudut perpustakaan sambil sesekali mengumpat. Pada saat itu terdapat 52 siswa, 2 orang guru dan 2 orang penjaga perpustakaan yang sedang bersembunyi. Sayangnya di perpustakaan tidak terpasang CCTV sehingga FBI memerlukan keterangan terperinci dari para saksi mata yang berada di tempat kejadian yang berhasil selamat dan butuh berbulan-bulan untuk merekonstruksi kejadian yang mendekati akurat. Patricia Nielson, salah satu guru yang terkena pecahan kaca pada saat bom meledak di kafetaria, sedang bersembunyi di bawah meja resepsionis dan melakukan panggilan darurat dengan operator 911 hingga penembakan usai. Sebelum kedua tersangka memasuki perpustakaan, ia telah memperingati para siswa untuk berlindung di bawah meja karena telah menyadari bahaya yang mengancam mereka. Di perpustakaan pula kedua tersangka terlibat baku tembak dengan kepolisian setempat yang berada di luar gedung dan merusak beberapa kaca jendela perpustakaan. Di tempat tersebut mereka melukai lebih dari 20 siswa dan menewaskan 10 siswa. Akhirnya kedua remaja tersebut bunuh diri di tempat tersebut, di balik rak-rak buku, dengan senjata yang mereka gunakan pukul 12.08 (waktu ini berdasarkan keterangan para saksi mata yang selamat). Eric tewas dengan menembakkan peluru ke mulutnya, sementara Dylan tewas dengan menembakkan peluru ke pelipis kirinya (sempat timbul pertanyaan mengapa pelipis kiri bukan kanan, hal tersebut kemudian terjawab setelah FBI menyelidiki catatan medis Dylan bahwa ternyata ia kidal). Saat ditemukan tewas, Eric telah melepas trenchcoatnya (berdasarkan keterangan para saksi mata diduga ia melepaskannya saat terlibat baku tembak dengan kepolisian di perpustakaan) dan memakai t-shirt bertuliskan ‘Natural Born Killer’ alias NBK, yang merupakan film favoritnya.

Baku tembak antara sherrif dan Eric-Dylan dari jendela perpustakaan




foto kedua pelaku yang telah tewas akibat bunuh diri


Dari tragedi tersebut gedung sekolah yang baru saja melakukan renovasi besar-besaran senilai US$ 1,5 miliar rusak berat. Total tembakan adalah 188 tembakan baik di dalam maupun luar gedung, terdapat 50-60 bom tersebar di dalam maupun luar gedung dan hanya sepertiganya yang berhasil meledak walaupun tidak berdaya ledak besar, korban tewas sebanyak 13 (12 siswa dan 1 guru) dan terluka sebanyak 24 siswa. Sebagian besar korban terluka mengalami kelumpuhan karena tertembak di bagian kaki, walaupun ada juga terluka ringan. Ironisnya, walaupun dalam jurnalnya mereka menuliskan daftar nama yang akan dihabisi sebanyak 67 orang, pada akhirnya yang berhasil terbunuh dari daftar tersebut hanya 1 orang dan 2 orang yang terluka, sementara korban tewas dan terluka lainnya berdasarkan penembakan secara acak.

salah satu foto kerusakan akibat tragedi tersebut


foto2 para korban tewas (tidak termasuk Eric-Dylan)

G. Tinjauan Tragedi Tersebut Dari Segi Psikologis dan Kebudayaan

Setelah penyelidikan selama 3 bulan, FBI yang melibatkan tim ahli dengan Dr. Frank Ochberg dari Michigan State University sebagai ahli kejiwaan dan Agen spesialis investigasi, Dwayne Fuselier, sebagai ketua tim, menyimpulkan bahwa Eric Harris merupakan seorang psikopat dan Dylan Klebold mengalami depresi berat. Hal ini terlihat jelas dari isi jurnal dan website pribadi mereka, juga video-video yang mereka buat.

Awalnya banyak orang awam yang salah memahami tragedi tersebut. Langkah pertama untuk memahami tragedi tersebut adalah menangkap hakikat bahwa kejadian tersebut adalah penembakan yang terjadi di sekolah (simply a school shooting). Fuselier dan Ochberg mengatakan dalam seminar mereka bahwa kita tidak dapat memahami mengapa mereka melakukannya hingga kita memahami apa yang sebenarnya mereka lakukan (we can’t understand why they did it until we understand what they were doing). Pelaku penembakan sekolah (school shooters) cenderung bertindak impulsif dan menyerang target yang berada dalam jangkauan mereka, yaitu para siswa dan staff sekolah, terutama para guru. Akan tetapi Harris dan Klebold telah merencanakan aksi tersebut selama setahun dan menginginkan serangan yang jauh lebih besar (rencana asli yang terdapat dalam jurnal mereka adalah setelah menghancurkan sekolah, mereka akan menghancurkan kota, bahkan ibu kota negara lalu membajak pesawat, kemudian menabrakkannya di New York hingga kabur ke Mexico), walaupun akhirnya rencana mereka ‘sedikit’ meleset dan berakhir di perpustakaan sekolah.

Fuselier dan Ochberg mengatakan bahwa bila kita ingin memahami mereka, berhenti menanyakan apa yang membuat mereka dapat berbuat seperti itu. Harris dan Klebold merupakan individu yang cukup berbeda dari orang kebanyakan; mereka memiliki motif berbeda dan kondisi mental yang berlawanan. Klebold dengan mudah dapat ditebak. Ia memiliki sifat kasar (walaupun sebelumnya dikenal pemalu), mudah marah, namun depresi berat dan berpotensi menyakiti dirinya sendiri. Ia menyalahkan dirinya atas berbagai masalah yang ia hadapi. Sejak terkena kasus pembobolan mobil van bersama Harris, ia merasakan sebuah titik dimana tidak ada jalan kembali (point of no return) dan sudah terlanjur merasa dirinya mendapatkan cap sebagai ‘kriminal’. Dan semenjak berteman dengan Harris, banyak yang mengatakan bahwa ia mulai berubah dan menjadi pengikut Harris. Juga dalam salah satu tulisannya dalam Creative Writing class yang dengan gamblang menggambarkan kronologi sebuah pembantaian yang kemudian menjadi kenyataan pada 20 April 1999, sampai-sampai guru pembimbingnya ragu untuk memberinya nilai hingga ia berhasil menjelaskan bahwa itu ‘hanya’ sebuah cerita.

Sedangkan untuk memahami Harris adalah sebuah tantangan. Wajahnya yang menggambarkan ‘anak baik-baik’ dan tutur katanya yang sopan membuatnya dikenal sebagai teman yang baik. Tapi sebenarnya ia berkepribadian dingin, penuh perhitungan dan mematikan. Bila Klebold cenderung menyakiti dirinya sendiri, Harris lebih berkeinginan untuk menyakiti orang lain. Ia bukan lagi tergolong ‘anak nakal’, namun sudah dikategorikan sebagai seorang psikopat. Menurut seorang pakar psikiatri, Dr. Robert Hare, psikopat merupakan kondisi mental spesifik dimana si penderita tidak mengalami delusi, halusinasi atau bahkan menjauhi kenyataan. Tidak seperti penderita gangguan jiwa lainnya, seorang psikopat menyadari sepenuhnya apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya.

Tanda-tanda yang menunjukkan Harris sebagai seorang psikopat adalah kata-kata dalam website pribadi dan jurnalnya, seperti :
“ YOU KNOW WHAT I HATE!!!? STUPID PEOPLE!!! Why must so many people be so stupid!!!? “
“ YOU KNOW WHAT I HATE!!!? …MANKIND!!!!...kill everything…kill everything…”
“ I hate you people for leaving me out of so many fun things. “

Kata-kata di atas dengan jelas menunjukkan ekspresi kemarahan dan kebenciannya terhadap orang-orang di sekelilingnya. Namun, menurut Fuselier sebenarnya terdapat emosi yang jauh lebih membara yang disamarkan dengan kebencian. Ia menderita superiority complex, dimana terdapat suatu perasaan ingin menghukum sekelompok manusia yang ia benci. Tanda-tanda berikutnya adalah bahwa Harris pintar memanipulasi dengan banyak berbohong. Dalam sebuah halaman di jurnalnya ia menuliskan, “ I lie a lot. Almost constantly, and to everybody, just to keep my own ass out of the water. Let’s see, what are some of the big lies I told? Yeah I stopped smoking. For doing it, not for getting caught. No I haven’t been making more bombs. No I wouldn’t do that. And countless other ones. “ Pada penderita psikopat, mereka sangat menikmati kebohongan mereka sekaligus untuk melindungi dirinya dari bahaya. Hal tersebut dikenal dengan istilah ‘Duping delight’ yang menjadi karakteristik utama dari seorang psikopat. Satu fakta lagi adalah bahwa ketika tertangkap basah membobol mobil van tetangga mereka, dalam program pemulihan Harris menuliskan surat kepada tetangganya tersebut untuk lebih dari sekedar permohonan maaf, melainkan menunjukkan empatinya, dan pada saat yang sama ia menulis umpatan terhadap tetangganya tersebut dalam jurnalnya. Hal tersebut memberikan petunjuk mengapa Harris mampu menembak teman-teman sekolahnya, membiarkan mereka menderita kesakitan, lalu menghabisi nyawa mereka. Hal tersebut dapat terjadi karena seorang psikopat tidak mampu merasakan sesuatu dengan tepat, misalnya cinta atau kebencian atau rasa takut, karena ia tidak pernah mengalaminya secara langsung. Oleh karena itu seorang psikopat mungkin saja membunuh lalu melukai dan bahkan memutilasi korbannya dengan merasa seperti halnya sedang memotong-motong daging ayam untuk dimasak.

Berangkat dari jiwa psikopat itulah FBI dapat menyimpulkan bahwa Harris sebgai mastermind atau ‘otak’ dari aksi pembantaian tersebut. Persahabatannya dengan Klebold merupakan suatu simbiosis mutualisme dimana keduanya saling melengkapi. Harris yang cenderung bersifat dingin dan penuh perhitungan mampu menenangkan Klebold ketika emosinya sedang terbakar. Pada saat yang sama, Klebold memberikan stimulan kemarahan yang Harris butuhkan. Para ahli memprediksikan jika Klebold tidak terpengaruh oleh Harris dan melakukan pembantaian tersebut, maka kemungkinan ia dapat mudah ‘diselamatkan’ dan menjalani hidupnya dengan normal. Sedangkan Harris berada dalam posisi yang lebih sulit. Ia sudah tak dapat diselamatkan lagi karena menderita psikopat. Di dalam tubuhnya telah tertanam jiwa pembunuh yang bersifat menghancurkan. Kematiannya telah menghentikan aksi selanjutnya yang lebih mengerikan seandainya ia masih hidup.

Diciptakannya berbagai media elektronik serta maraknya pemanfaatannya membuatnya penting di kalangan masyarakat di berbagai penjuru dunia. Di Amerika Serikat, secara bertahap media elektronik, khususnya komputer dan televisi telah berubah menjadi sarana yang ampuh untuk memarakkan budaya kekerasan dan kebebasan seksual, sehingga mengundang protes dari para pengamat sosial dan cendekiawan. Dewasa ini media elektronik, terutama televisi di Amerika, dikuasai oleh para kapitalis yang arogan dan hanya mementingkan keuntungan pribadi semata. Mereka menjadi kaya dan sukses melalui bisnis ini, namun mereka tidak memanfaatkannya untuk tujuan mencerahkan dan memberi penyadaran terhadap masyarakat. Di AS, sepertiga dari masyarakatnya rata-rata menonton televisi selama 4 jam lebih. Menurut para pengamat komunikasi, penonton dengan masa tontonan rata-rata 4 jam sehari sudah termasuk ke dalam pemirsa ekstrim dan profesional. Dengan alasan inilah, sewaktu media elektronik ini menayangkan adegan-adegan kekerasan dan kejahatan dalam acara-acaranya, amsyarakat terhanyut oleh pengaruhnya yang dahsyat. Fenomena ini dalam bidang komunikasi disebut ‘teori kultivasi’. Harris dan Kleboldpun nampaknya menjadi korban dari pemanfaatan media elektronik yang tidak sesuai porsinya. Hal tersebut dapat disimpulkan dari kebiasaan mereka bermain game online berjam-jam dan dalam game tersebut banyak mengandung unsur kekerasan. Secara tidak sadar mereka telah terpengaruh budaya kekerasan dari game tersebut.

Salah satu televisi di AS menunjukkan kenyataan ini dalam sebuah laporan angka-angka statistik. Laporan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kalimat-kalimat kotor dan menjijikkan selama tahun 1989 hingga 1999 telah meningkat 5,5 kali lipat. Selain itu, adegan-adegan kekerasan dan pornografi juga diperagakan secara lebih gamblang dan terang-terangan. Dalam sebuah pengamatan dan penelitian atas 3 saluran televsi besar AS yaitu CBS, NBC dan ABC, telah tercatat bahwa ketiga televisi besar itu setiap minggunya menayangkan 113 adegan pelecehan seksual, 92 adegan penyerangan menggunakan senjata api, 9 adegan pembunuhan, 78 adegan perkelahian, serta 179 adegan pelanggaran hukum. Tidak diragukan lagi, penayangan adegan-adegan kekerasan dalam media elektronik akan memberi pengaruh negatif pada anak-anak dan remaja. Mereka umumnya menjadikan media tersebut sebagai cermin dan teladan mereka. Berdasarkan penelitian sebuah lembaga psikologi di AS, anak-anak di negeri ini sebelum menamatkan pendidikan SD rata-rata telah menyaksikan 8 ribu kali adegan pembunuhan dan 100 ribu kali adegan kekerasan dalam media elektronik, terutama televisi. Angka-angka tersebut akan meningkat dua kali lipat ketika mereka menginjak usia 18 tahun. Riset membuktikan ketika dewasa, anak-anak tersebut cenderung tidak segan-segan melakukan kekerasan dan tidak memiliki rasa belas kasihan. Harris dan Klebold telah positif menjadi sebagian kecil dari korban budaya kekerasan di media elektronik. Ditambah lagi dengan faktor psikologis mereka yang memang terdapat kelainan sehingga mereka mampu melakukan pembantaian mengerikan tersebut.


H. Kesimpulan

Eric Harris dan Dylan Klebold merupakan remaja yang mengalami gangguan psikologis diperparah dengan budaya kekerasan di sekitar mereka dan kondisi lingkungan yang memberikan celah bagi mereka untuk merencanakan pembantaian tersebut. Kurangnya komunikasi dengan orang tua, orang tua dengan para guru dan pembimbing lainnya mengakibatkan mereka dengan leluasa mengembangkan kemarahan dan kebenciannya menjadi suatu peristiwa yang berakibat fatal.



I. Saran

1. Orang tua memegang peranan penting dalam mengawasi perkembangan anaknya, khususnya saat anak tersebut sedang dalam masa transisi. Pentingnya komunikasi yang intens bersamaan dengan pendidikan agama akan menjadikan proteksi secara tidak langsung bagi perkembangan jiwa anak.
2. Walaupun masih menjadi bahan perdebatan, namun tidak ada salahnya pemerintah mengawasi ketat peredaran senjata di masyarakat sipil agar tidak terjadi penyalahgunaan senjata, terutama di bawah umur.
3. Pihak kepolisian harus lebih tanggap terhadap kekerasan yang terjadi pada kaum remaja, karena kekerasan yang fatal justru berawal pada usia remaja, dimana pada saat itu mereka sedang mengalami masa transisi dengan kondisi kejiwaan yang labil yang harus diawasi secara seksama karena berpotensi menimbulkan kekerasan dengan daya rusak luar biasa.


Daftar Rujukan

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Suhermanto, S.H., M.H. dan Sapto Handoyo DP, S.H. 2006. Diktat Perkuliahan Pengantar Sosiologi. Bogor: Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Gillin, John Lewis dan John Philip Gillin. 1954. Cultural Sociology. New York: The Macmillan Company.

http://www.acolumbinesite.com/.

http://www.cnn.com/. Report: 12 Killed At Columbine In First 16 Minutes.

http://www.davecullen.com/. The Depressive and The Psychopath: At Last We Know Why The Columbine Killers Did It.

http://www.hukumonline.com/. Tragedi Littleton 20 April 1999.

http://www.perspektif.com/. Budaya Kekerasan di Layar Kaca.

http://www.solusihukum.com/. Belajar dari Tragedi Columbine, Tarik Sebelum Tertembak.

http://id.wikipedia.org/tragedi_columbine.

Jumat, 12 Desember 2008

PASSIVE VOICE

Ini sebenarnya tugas kuliah (lagi) yang gagal dipresentasikan karena you know lah....things suddenly messed up, dosennya BT, and so on. tapi beliau appreciate bgt liat paper buatan kelompok saya and she'd keep it as special document. daripada sayang ilmunya saya simpan sendiri, lebih baik saya bagi2 di blog ini. tapi sengaja saya ikin singkat, soalnya klo dijabarin terlalu banyak,riweuh. Hehehe...selamat membaca!
There are two kind of sentences in English:

1. Active Sentence
In Bahasa Indonesia this sentence begin with me- or be-.

2. Passive Sentence
In Bahasa Indonesia this sentence begin with di- or ter-.
THE TRANSFORMATION FORM OF ACTIVE SENTENCE BECOME PASSIVE SENTENCE

- ACTIVE SENTENCE

S + V1 + e/es
S + tobe1 + V ing
S + has/have + V3
S + has/have + been + V ing
S + V2
S + tobe2 + V ing
S + had + V3
S + had + been + V ing
S + will + V1
S + will + be + V ing
S + will + have + V3
S + will + have + been + V ing

- PASSIVE SENTENCE

S + tobe1 + V3
S + tobe1 + being +V3
S + has/have + been + V3
S + has/had + been being + V3
S + tobe2 + V3
S + tobe2 + being +V3
S + had + been + V3
S + had + been being + V3
S + will + be + V3
S + will + be + being + V3
S + will + have + been + V3
S + will + have + been being +V3

THE GENERAL PATTERN OF PASSIVE VOICE : to be + V3

These are the examples of passive sentence:

A. Tenses

- Simple present
They write down the rules on a piece of paper - The rules are written down on a piece of paper by them

- Present Continuous
The prosecutor is questioning the man -The man is being questioned by the prosecutor

- Present perfect
They have broken the law - The law has been broken by them

- Present perfect continous
The police has been watching Aisyah closely - Aisyah has been being watched closely by the police

- Simple past
The father made the rules of conduct - The rules of conduct were made by the father

- Past continuous
The thief was stealing a car - A car was being stolen by the thief

- Past perfect
He had reported the accident to the police - The accident had been reported to the police by him

- Simple future
He will hire a good lawyer - A good lawyer will be hired by him

- Future continuous
Made will be kidnapping Eva and Luvina - Eva and Luvina will be being kidnapped by Made

- Future perfect
The police will have caught Maryam - Maryam will have been caught by the police

B. Modals

- Will
The judge will read the vonis - The vonis will be read by the judge
- Can
The judge can read the vonis - The vonis can be read by the judge
- Should
The judge should read the vonis - The vonis should be read by the judge
- Ought to
The judge ought to read the vonis - The vonis ought to be read by the judge
- Must
The judge must read the vonis - The vonis must be read by the judge
- Has to
The judge has to read the vonis - The vonis has to be read by the judge
- May
The judge may read the vonis - The vonis may be read by the judge
- Might
The judge might read the vonis - The vonis might be read by the judge

THE GENERAL PATTERN OF PASSIVE VOICE (MODAL): Modal + V1 - Modal + be + V3
C. The past-passive form: Modal + have been + past participle
- Someone should have sent the letter
The letter should have been sent last week by them
- Someone must have built this house
This house must have been built

- Someone ought to have invited Jack to the party
Jack ought to have been invited to the party
- Someone might have left the handphone
The handphone might have been left
Sumber: buku ringkasan bimbingan belajr Bintang Pelajar dan English For Specific Purposes

Minggu, 07 Desember 2008

COLUMBINE HIGH SCHOOL MASSACRE (Part 2)


Nah….berhubung ini adalah paper sosiologi dengan tema masalah sosial, maka yang dianalisis adalah peristiwa tersebut ditinjau dari segi sosiologis. Dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar, Soerjono Soekanto mendefinisikan masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Lebih lanjut lagi beliau menjelaskan masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan. Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkut-paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah sosial. Sesuai dengan sumber-sumbernya tersebut, maka masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat kategori seperti di atas. Problema-problema yang berasal dari faktor ekonomis antara lain kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya Penyakit, misalnya, bersumber pada faktor biologis. Dari faktor psikologis timbul persoalan seperti penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri, disorganisasi jiwa dan seterusnya. Sedangkan persoalan yang menyangkut perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan keagamaan bersumber pada faktor kebudayaan.

Sudah tentu, acapkali suatu masalah dapat digolongkan ke dalam lebih dari sati kategori. Misalnya, kemiskinan mungkin merupakan akibat berjangkitnya penyakit paru-paru yang merupakan faktor biologis atau sebagai akibat sakit jiwa yang bersumber pada faktor psikologis. Atau, dapat pula bersumber pada faktor kebudayaan, yaitu karena tidak adanya lapangan pekerjaan, dan seterusnya. Hal yang sama terjadi pada kasus tragedi pembantaian Columbine yang merupakan masalah sosial yang timbul akibat dari faktor psikologis dan faktor kebudayaan yang akn dibahas berikutnya.


A. Apakah Tragedi Columbine Itu

Tragedi Columbine merujuk kepada penembakan membabi-buta yang terjadi pada Selasa, 20 April 1999, di SMA Columbine di Kabupaten Jefferson, Colorado, dekat Denver, Amerika Serikat. Dua siswa remaja, Eric Harris dan Dylan Klebold, melakukan penembakan membabi-buta, hingga menewaskan 12 rekan siswa dan seorang guru, serta melukai 24 orang lainnya, dan kemudian melakukan bunuh diri. Kejadian ini dianggap sebagai penembakan di sekolah yang paling banyak menelan korban, dan serangan kedua yang paling hebat di sebuah sekolah dalam sejarah Amerika Serikat setelah tragedi Sekolah Bath.


B. Kapan Tragedi Tersebut Terjadi


Tragedi tersebut terjadi pada hari Selasa, 20 April 1990, sekitar pukul 11.22 siang waktu setempat. Berawal dari peledakan bom propana yang gagal yang ditaruh dalam 2 tas jinjing besar, masing-masing memiliki berat 20 pound (9 kg), di kafetaria sekolah dan dilanjutkan dengan penembakan besar-besaran secara acak di sepanjang koridor sekolah.
Penembakannya sendiri berlangsung sekitar selama 16 menit dan berakhir dengan tewasnya kedua pelaku pada pukul 12.08 waktu setempat akibat bunuh diri dengan senjata yang mereka gunakan.


C. Di mana Tragedi Tersebut Terjadi

Tragedi penembakan tersebut terjadi di SMA Columbine, distrik Littleton, Colorado, Denver, Amerika Serikat. Diawali dengan peledakan bom propana di kafetaria sekolah, lalu penembakan di sepanjang koridor sekolah, dan yang paling banyak memakan korban terjadi di perpustakaan.


D. Siapa Pelaku Tragedi Tersebut

Pelaku tragedi penembakan tersebut adalah kedua siswa dari SMA Columbine bernama Eric Harris (18) yang ditengarai pihak kepolisian sebagai mastermind atau ‘otak’ dari aksi tersebut dan sahabatnya yang bernama Dylan Klebold (17).

Eric David Harris lahir pada tanggal 9 April 1981 di Wichita, Kansas. Orang tuanya, Wayne Nelson dan Katherine Ann Harris keduanya lahir di negara bagian Colorado tetapi karena karir Wayne sebagai seorang pilot transportasi di Angkatan Udara menyebabkan keluarga tersebut sering berpindah-pindah. Mereka pernah tinggal di Ohio, Michigan dan New York. Ketika Wayne pensiun, ia dan Kathy memilih untuk tinggal di Littleton pada tahun 1996. Di sini Wayne bekerja pada Perusahaan Jasa Keamanan Penerbangan di Englewood. Kathy bekerja di perusahaan ‘catering’ di lingkungan yang sama. Teman-teman, tetangga, dan kenalan-kenalan keluarga Harris di semua tempat yang pernah mereka tinggali mengambarkan Wayne dan Kathy merupakan orang-orang yang baik, penuh perhatian dan selalu memberi dorongan yang baik kepada kedua putra mereka. Eric memiliki seorang kakak bernama Kevin Harris. Selama masa kecilnya, Eric Harris bermain dalam Liga Untuk Anak-anak dan ikut kelompok Pramuka.




Eric Harris


Eric dan Dylan menjadi teman akrab tidak lama setelah keluarga Harris pindah ke Littleton. Belum lama berselang mereka telah membuat ‘link’ untuk komputer di rumah masing-masing sehingga banyak waktu yang mereka habiskan untuk bermain ‘video game online’ yang belakangan diketahui bernama ‘Doom II’ yang memuat banyak unsur kekerasan di dalamnya. Eric sangat berharap bisa diterima masuk Korps Marinir tetapi lamarannya ditolak beberapa hari sebelum pembantaian tragis itu. Alasan yang diberikan kepadanya adalah bahwa Eric telah biasa mengkonsumsi obat anti-depresan ‘Luvox’, yang biasa digunakan untuk pasien penderita penyimpangan jenis obsesif-kompulsif. Obat ini ia konsumsi dalam rangka program pemulihan (anger management) pasca pembobolan mobil van tetangganya bersama Dylan. Luvox merupakan jenis obat dengan resep umum, yang biasanya tidak mempunyai efek samping fisik atau psikologis kecuali digunakan bersama-sama obat lain atau alkohol. Namun tidak ditemukan bukti adanya obat lain atau alkohol pada tubuh Harris setelah kematiannya.

Dylan Bennet Klebold, seperti Eric Harris, datang dari sebuah keluarga kelas menengah yang mapan dan sangat dihormati oleh teman, tetangga dan kenalan-kenalan mereka. Dylan lahir pada tanggal 9 September 1981 di Lakewood. Dia sudah bertahun-tahun tinggal di Littleton dengan orang tuanya, Susan dan Thomas Klebold, dan kakak lelakinya Byron.


Dylan Klebold


Tom Klebold, dulunya seorang ahli geofisika, mengoperasikan bisnis manajemen pegadaian dari rumah mereka sementara Sue bekerja pada Konsorsium Negara bidang Pendidikan Umum yang memberikan pelatihan pada murid-murid cacat. Kakek buyutnya, Leo Yassenoff dikenal sebagai tokoh Yahudi terkemuka di lingkungan setempat dan membangun sebuah Pusat Komunitas Yahudi (Jewish community center). Teman-teman dekatnya merasa bahwa Dylan mulai berubah setelah berteman dengan Eric Harris selama tahun 1996.

Sejauh yang diketahui, hanya ada sekali insiden yang menyangkut perilaku kriminal kedua anak ini di masa lalu. Pada bulan Maret tahun 1997, keduanya ditangkap atas tuduhan kejahatan karena melakukan tindakan kriminal membuka paksa sebuah mobil van milik tetangga dan mencuri beberapa barang didalamnya. Harris dan Klebold menunjukkan sikap yang sangat simpatik dan menimbulkan kesan yang baik pada petugas khusus anak-anak yang menangani kasus mereka. Karena itu mereka akan dibebaskan jika tidak mengulang lagi tindakan serupa dan berpartisipasi dalam sebuah program pemulihan moral. Harris diharuskan ikut pelatihan pengendalian kemarahan (anger management) dan sekali lagi, ia menanamkan kesan yang baik pada petugas-petugas di sana.


E. Mengapa Tragedi Tersebut Terjadi

Dari hasil investigasi yang terus berkembang, terkuak sisi lain kehidupan kedua anak itu. Ini sangat kontras dengan yang diketahui orang tua dan teman-teman dekat mereka. Ternyata Eric Harris mempunyai ‘website’ internet sendiri yang secara terbuka menungkapkan kemarahannya kepada orang-orang di Littleton, khususnya para guru dan murid di SMA Columbine. Pada situs ini, Harris menyatakan keinginannya untuk membalas dendam kepada siapa saja yang mengganggu dan menghinanya. Ia memiliki dua blog pribadi dalam website America Online (AOL) dan WBS (Web Broadcasting System). Nama virtualnya adalah ‘REB’ yang diduga singkatan dari Rebel, Rebdoomer, Rebdomine, dan lain sebagainya (terinspirasi dari video game online kesukaannya, ‘Doom II’). Dalam situsnya, terdapat tulisan-tulisan penuh kemarahan dan kebencian terhadap orang-orang di sekelilingnya, sketsa-sketsa grafis yang mengerikan, lelucon-lelucon yang sama sekali tidak lucu dan juga lirik-lirik lagu kesukaannya beraliran heavy metal yang berbau gothic dan kekerasan. Musisi yang menjadi inspirasinya adalah KMFDM (tidak diketahui singkatan dari apa) dengan lagu berjudul ‘Son of a Gun’, Joe Arpaio, Marilyn Manson, dan sebagainya, juga sebuah judul film ‘Natural Born Killer’ yang sering ia singkat menjadi NBK. Yang paling menarik perhatian adalah tulisannya sebanyak 15 halaman secara rinci mengenai ancaman dan rencana pembunuhan atas Brooks Brown, teman sekolah sekaligus kawan sepermainannya, yang kemudian dilaporkan oleh orang tua Brooks ke pihak kepolisian (laporan diterima oleh Detektif Michael Guerrera) namun tidak pernah ada tindakan lebih lanjut dari laporan tersebut dan hanya dijadikan arsip kenakalan remaja semata. Eric juga memiliki jurnal pribadi yang isinya kurang lebih sama dengan kedua websitenya. Malahan, dalam jurnalnya tersebut terdapat rincian rencana pembuatan bom dan pembunuhan besar-besaran yang pada akhirnya ia lakukan bersama Dylan pada 20 April 1999.




Sketsa yang digambar Eric Harris



Isi jurnal Eric Harris


Sementara itu Dylan Klebold yang lebih dikenal sebagai ‘pria jangkung yang pemalu’ aktif di sejumlah kegiatan ekstakurikuler, terutama di bidang IT, pernah diskors karena membobol sistem keamanan komputer sekolah demi mendapatkan password loker para murid untuk balas dendam. Sisi kekerasan pada dirinya mulai terlihat semenjak peristiwa pembobolan tersebut, disusul dengan beberapa tindakan di luar sekolah bersama Eric. Nama virtualnya adalah ‘V’ yang merupakan singkatan dari VoDKa, yang juga bergabung dalam situs game online bersama Eric.


Isi jurnal Dylan Klebold


Pada beberapa bulan sebelum tragedi penembakan, Eric dan Dylan sempat bekerja di restoran ‘Blackjack Pizza’ dan mulai membuat beberapa kekacauan seperti mengujicobakan bom pipa buatan mereka yang informasi pembuatannya didapat dari internet hingga menimbulkan kebakaran di dapur restoran. Dari pekerjaan tersebut jugalah mereka mendapatkan akses untuk membeli senjata melalui rekan kerjanya yang sudah dewasa (karena Undang-Undang Persenjataan di Colorado memberikan batas umur 21 tahun untuk pembelian senjata, sementara itu keduanya belum cukup umur), yaitu melalui Mark Manes dibantu oleh Philip Duran dan teman sekolah Dylan yang sempat dikencaninya, yaitu Robyn K. Anderson. Senjata yang dibeli adalah jenis semi-otomatis TEC-DC9 dan setelah mendapatkan senjata tersebut (2 minggu sebelum penembakan) mereka membuat video latihan menembak yang berlokasi di ‘Rampart Range’. Dalam video yang direkam pada bulan Maret 1999, mereka berlatih dengan Mark dan temannya yang bernama Jessica Miklich yang kemudian dipertontonkan kepada teman sekolah sekaligus rekan kerjanya di restoran pizza, Nathan Dykeman. Dalam video tersebut terlihat Eric dan Dylan yang sedang berlatih menembak dengan pin-pin bowling dan pohon-pohon pinus sebagai sasaran dan mereka tampak sangat menikmati hal itu, terutama ketika tembakan mereka mengenai sasaran.

Sejumlah murid menceriterakan dalam beberapa kesempatan Harris dan Klebold membual akan membalas dendam secara besar-besaran di sekolah tersebut, karena merasa diejek dan dianggap orang buangan (Trench Coat Mafia outcasts). Sebuah proyek video sebagai tugas dari sekolah yang dibuat kedua anak ini memperlihatkan bagaimana mereka berjalan di koridor sekolah sambil memegang senjata, membunuh siapa saja yang menghalangi jalan mereka. Mereka sangat kecewa ketika guru tidak membolehkan video yang berjudul ‘Hitmen for Hire’ tersebut diperlihatkan pada murid-murid lain karena kekerasan yang ditampilkan.

Tanda-tanda peringatan lain adalah ketika bulan September 1998 Harris dan Klebold (bersama Brooks Brown) mengikuti Creative Writing class (Kelas Menulis Kreatif) dengan Ms Judith Kelly sebagai guru pembimbing. Dalam salah satu tulisannya Klebold membuat cerita tentang seorang pria yang datang ke sebuah kota dan membunuh semua anak-anak populer. Ketika Ms Kelly melaporkan tulisan tersebut pada orang tua Klebold, ia berkilah pada orang tuanya bahwa itu hanyalah cerita belaka. Sedangkan Harris dikenal dengan tema-tema kekerasan dalam tulisannya, seperti Nazisme, dan lain-lain. Banyak guru di sekolah itu menggambarkan kedua anak muda itu mengalami depresi, kemarahan, dan merupakan pengagum Nazisme. Dalam benak beberapa guru, Harris dan Klebold telah menunjukkan tanda-tanda yang mulai mengganggu dari kecenderungan mereka akan kekerasan, dan guru-guru ini telah mengungkapkan kepeduliannya. Namun, tidak ada tindakan yang diambil, karena pada kenyataannya mereka tidak melakukan apa-apa untuk mewujudkan gejolaknya itu.

Berlawanan dengan kepedulian yang semakin meningkat dari para guru, pihak keluarga Harris dan Klebold mengklaim tidak pernah diinformasikan tentang masalah perilaku anak mereka. Kurangnya komunikasi antara pembimbing khusus anak-anak, petugas-petugas atau guru-guru dan orang tua memungkinkan Eric Harris dan Dylan Klebold menemukan sendiri dunia yang paling dekat dengan mereka, sehingga secara sembunyi-sembunyi merencanakan suatu cara untuk memenuhi fantasi-fantasi kekerasan dan kemarahan mereka.

Sabtu, 06 Desember 2008

COLUMBINE HIGH SCHOOL MASSACRE (Part 1)


Walaupun bodi udah soak, tapi saya susah yang namanya meninggalkan sifat perfeksionis saya. Atau bahasa kerennya yang penuh idealisme. You know what, ketika hari Rabu, 26 November 2008 UTS berakhir, saya harus ‘meliburkan diri’ selama 4 hari sampai Minggu, 30 November 2008. Nah, selama 4 hari tsb (walaupun tidak terlalu memforsir diri) saya kembali berkutat dgn tugas2 kuliah yang tertunda pengerjaannya selama UTS berlangsung. Saya memiliki target ingin menyelesaikan paper Sosiologi saya yang bertemakan masalah sosial. Karena idealisme itulah, saya nyaris mengganti judul dan terseok-seok dalam pengerjaannya walau akhirnya semangat idealisme saya mengalahkan rasa malas yang mendera. Walaupun cuma makalah yang tebalnya minimal 10 halaman, tapi saya tidak ingin asal2an membuatnya. Dalam studi kasus kecil2an a la saya, saya membutuhkan 5 hari untuk benar2 memahami inti persoalan dari tema paper saya. Dan selama 5 hari itu pula saya berkutat dengan laptop Acer saya yang setia menjadi sarana pengerjaannya. Walhasil dari 10 halaman minimal yang ditetapkan dosen, berkat semangat idealisme tsb paper saya melar jadi 30 halaman! Bukan apa2, saya tidak berusaha berlebih2an untuk show off, pamer2 gitu. Tapi saya sangat terlibat secara personal dengan kasus yang dibahas dalam paper saya. Kasusnya adalah mengenai tragedi penembakan di SMA Columbine yang terjadi pada 20 April 1999. Dalam paper, saya turut menyertakan banyak foto dan gambar sebagai ilustrasi sebagai pelengkap. Untungnya dosen setuju ketika saya sudah ancang2 untuk minta izin sebelumnya, jadi saya merasa lebih leluasa dalam proses pengerjaannya. Dan kalau ditiadakan, malah papernya akan terasa hambar ketika dibaca dan tidak ‘menjiwai’ kasusnya.

Well, alasan saya memilih Tragedi Columbine tsb sebagai kasus untuk diteliti dalam paper saya adalah suatu kebetulan. Saya lupa kapan persisnya, tapi kira2 sebulan sebelumnya pada suatu siang sepulang kuliah ketika saya menonton Metro TV, saya menonton tayangan tragedi tsb. Hanya sekilas memang, but somehow, saya terus terngiang2 akan hal tsb. Tragedi tsb begitu terpatri dalm pikiran saya. Sebenarnya seminggu setelah menonton tayangan tsb saya mulai iseng mencarinya di internet. Memang masih belum serius, tapi semakin meyakinkan saya untuk menjadikannya sebagai bahan paper saya. Apalagi setelah saya ngeh bahwa tanggal peristiwa tsb bertepatan dgn ulang tahun saya. Sungguh ironis, ketika saya sedang berbahagia di hari ulang tahun (saat itu saya baru menginjak 9 tahun, belum cukup aware dan paham dgn situasi yg sedang berlangsung di dunia), tetapi di belahan dunia lain, apalagi tragedi tsb terjadi di Amerika yg notabene negara maju dalam segala hal, sedang terjadi moment berkabung nasional. Banyak nyawa yang melayang dan terluka parah dalam peristiwa tersebut. Banyak orang tua, teman, sahabat, saudara yang kehilangan. Apalagi ketika saya mulai menyeriusinya dengan mengunduh beberapa video di Youtube.com sebagai pelengkap studi kasus. Yang membuat saya semakin amazed adalah ketika dalam beberapa video tsb terdapat bukti asli peristiwa berupa rekaman CCTV kafetaria sekolah dan rekaman suara percakapan telepon saksi mata yang selamat dengan operator 911 dan sudah cukup menggambarkan kengerian yang terjadi pada saya. Ditambah lagi dengan foto2 dari FBI files yang semakin menguatkan kekacauan dan kerusakan yang ditimbulkan peristiwa tsb. God’s heaven…saya tak bisa membayangkan apa jadinya jika saya jadi salah satu korban peristiwa tsb. Sungguh kejadian yang hingga saat ini pun masih dipertanyakan banyak orang, karena pelakunya masih begitu muda dan memiliki citra sebagi anak baik2 di lingkungan rumah maupun di sekolahnya, yaitu Columbine High School. Ya, pelakunya tak lain adalah kedua siswa dari sekolah itu sendiri. Oleh sebab itulah, saya tertarik untuk menggali apa yang jadi motif mereka dan latar belakang kehidupannya. Dan tergolong pada masalah sosial jenis apakah perbuatan mereka tsb. Dan yang terpenting adalah solusi dari peristiwa tsb.

Sebagai ilustrasi pengantar sebelum membaca tulisan lengkap saya, ada baiknya mengklik link di bawah ini terlebih dahulu untuk menonton beberapa videonya:

Kamis, 04 Desember 2008

IDEALISME & BODI SOAK

Oh God….padahal rasanya belum lama saya memposting tentang diare gara2 infeksi usus yg saya alami. Bertepatan dgn UTS (Ujian Tengah Semester), lagi2 saya diuji dengan penyakit yang lebih parah. Memang pada Sabtu, 15 November 2008, saya agak sedikit overwhelming dgn latian abis2an karena mumpung yang dari Vadiar cabang Jakarta (which is the center of our group) datang berkunjung ke Bogor. As I said that I’m restarting almost all of the materials alias ngulang lagi dari basic. On that moment, I was trained basic kicks and various defense style. Saya baru benar2 percaya dgn desas-desus betapa disiplinnya mereka setelah mengalaminya langsung. Benar lho, saking disiplinnya saya hampir2 lupa menarik nafas! Tidak ada kesempatan kita untuk berleha-leha; artinya ketika kita diperkenalkan dengan suatu gerakan atau sequencia (gabungan dari beberapa gerakan), kita tidak boleh hanya ‘oh, I’ve seen it and I guess I don’t good enough at it’. At least kita harus coba beberapa kali sesuai kemampuan kita, baru kita bilang kita belum bisa, bukan tidak bisa. Dan kembali mencobanya di lain kesempatan. Don’t even try to stop, karena hal itu hanya akan menghambat perkembangan kita. No wonder sih, mereka soalnya kaya banget akan pengalaman dan ilmu yang bersumber langsung dari CDO pusat (Grupo Corda De Ouro, kita insya Allah bakal afiliasi dgn grupo ini).

Nah, itulah alasan mengapa akhirnya saya jadi a bit exaggerated, pulang kemalaman dan ketika sampai rumahpun saya seperti kesetanan ingin terus menjajal gerakan2 yang baru saja dipelajari. Mengingat-ingat dan memperlancarnya. Padahal bisa saja dilakukan besoknya, tapi namanya lagi semangat2nya, pengen langsung dipraktekin,hehehe… itulah bandelnya saya, jiwa masih membara tapi tubuh ini sebenarnya sudah protes ingin istirahat. Memang saya akui saya sering tidak aware akan signal2 yang diberikan tubuh saya ketika sudah mencapai titik klimaksnya alias sudah waktunya istirahat dan tidak lagi diforsir. Walhasil ketika terbangun di Minggu pagi, saya kembali merasakan serangan otot2 yang kaku karena kelelahan dan sensasinya seperti tulang2 mau copot semua. Ditambah saya terlalu memforsir belajar karena besoknya, Senin, 17 November 2008, adalah hari pertama UTS. Pada Senin pagi, saya masih merasakan badan yang kaku dan pegal2, tapi saya anggap biasa karena memang biasanya seperti itu dan esoknya rasa kaku itu akan berkurang dan hilang dengan sendirinya. Tapi emang dasar tubuh lagi gak fit, ternyata pada hari Senin itu saya mulai megalami demam disertai nyeri persendian. Pada saat itu saya tidak terlalu mempedulikan demam tsb dan hanya menghandlenya dgn obat demam biasa. Kebetulan memang tidak terlalu terasa karena saya disibukkan dgn UTS, termasuk belajar kelompok dgn teman2. tapi setelah mencapai hari ketiga, bukannya merasa membaik demamnya malah bertambah parah. Obat demam yang saya konsumsi sudah tidak mempan lagi. Dalam hati kecil saya merasakan there’s something wrong with my body, tapi saya keukeuh cuek akan hal itu karena terlalu terfokus pada UTS. Akhirnya gara2 demam yang tak kunjung sembuh berpengaruh pada kinerja saya saat mengerjakan soal2 UTS. Untungnya tidak semua nilai anjlok, hanya saja saya khawatir dengan beberapa nilai mata kuliah yang saya rasa kurang maksimal pengerjaannya. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan salah seorang tante saya saat demam saya mencapai klimaksnya, pada hari Jumat, 21 November 2008 saya pergi ke dokter umum. Sebelum pergi ke dokter saya sempat mengikuti gladi resik wisuda yang akan dilaksanakan esoknya karena saya jadi bagian panitia acara tahunan tsb. Dan setelah diperiksa menyeluruh oleh dokter, saya diwajibkan untuk periksa darah ke laboratorium besoknya dan kontan melarang saya menghadiri acara wisuda yang diprediksikan (emang udah pasti) melelahkan. Lagi2 saya diberi serangkaian obat yang bikin saya bosan. Antibiotik, vitamin dan parasetamol. Tadinya saya malah disuruh beristirahat seminggu penuh oleh dokter, tapi sayang rasanya izin dari UTS yang belum tentu ada susulannya. Toh, tinggal 3 hari tersisa. Saya merasa nanggung dan akhirnya dokter saya waktu itu, Dr. Andri, mengizinkan dengan berbagai persyaratan: begitu beres UTS langsung pulang, obatnya jangan pernah terlewat, makan&minum yang banyak&bergizi, banyak2 istirahat dan jgn ada kegiatan lain yang menguras energi. Kalau sudah seperti itu, saya hanya bisa pasrah dan manut2 saja. Terlebih lagi ketika cek darah ke lab, ternyata saya positif demam berdarah. Bedanya dalam kasus saya belum terlalu parah. Artinya, virusnya sudah menginfeksi tubuh saya, beruntungnya belum menyerang bagian pembuluh darah saya hingga pecah2. namun yang mengkhawatirkan adalah jumlah trombosit saya yang terus berkurang setengahnya dalam interval 2 hari. Lelah rasanya menjalani UTS dengan demam dan nyeri persendian yang tak kunjung sembuh, berjuang setiap pagi untuk mengatasi rasa pusing dan mual yang mendera demi pergi ke kampus. Juga kedua tangan saya yang terus bergantian ditusuk2 jarum suntik untuk diambil darah tiap 2 hari sekali. Sampai2 saya bebal dari rasa ngilu saking terbiasanya dan mbak2 petugas labnya juga hafal dengan saya. Tapi masih untung saya tidak harus dirawat di rumah sakit. Alhamdulillah karena di rumah banyak orang yg turut mengingatkan saya agar disiplin meminum obat dan juga dengan pola makan. Saya juga bersyukur karena dokter yang memeriksa saya sangat perhatian dan terus mengikuti perkembangan kondisi saya. Lucunya, suatu ketika beliau menelepon saya (mungkin saking khawatirnya karena kondisi trombosit saya yang memburuk), beliau sempat salah memanggil nama saya yang tadinya ‘Annissa’ jadi ‘Laura’, hahahahaha…..jauh bgt gitu ya bedanya.

Pada hari terakhir UTS saya kembali cek darah (hemtokrit dan trombosit). Alhamdulillah hasilnya sangat menggembirakan karena jumlah trombosit saya meningkat 2x lipat dan hematokrit saya dalam batas normal! Tapi mungkin karena belum pulih benar saya masih merasakan sedikit pusing. Akhirnya ketika kontrol kembali ke dokter, saya hanya diresepkan vitamin dan tetap diberi wejangan panjang lebar oleh Dr. Andri. Makasih ya, Dok! Sempat ada perasaan bersalah dan menyesal karena lagi2 saya melewatkan banyak event penting:

- Wisuda universitas. Walaupun bapak saya sudah mengirimkan surat keterangan sakit dari dokter pada ketua panitia sebagai bukti, tetap saja saya merasa tidak enak karena sempat mengiktui gladi resiknya dan terkesan sebagai pecundang karena tidak hadir pada hari-H. tapi toh tidak masuk akal yo mosok saya lebih peduli terhadap acara orang lain dibandingkan kesehatan diri sendiri yang jauh lebih penting??

- Batizado grupo Quizumba.memang saya sudah memprediksikan tidak bisa hadir karena nyaris bertepatan dengan UTS. Alhamdulillahnya mereka mengerti. Dita sampai2 membercandai saya ketika saya memberitahunya bahwa bodi saya soak (tubuh saya sedang dalam kondisi kurang baik). Kalau tubuh ini diandaikan sebagai batere, maka kalau soak (rusak) ya tingal beli yang baru. Saya tambahkan ke Dita, sekalian aja belinya ke Electronic City,hahahahahaaa…….

- Batizado grupo Ginga Firme. Lebih2 karena diundang langsung melalui blog saya. Huff, padahal lokasinya di GOR Bulungan. Bulungan kan sudah jadi salah satu tongkrongan tetap saya,heehehe…..

- Batizado grupo Bantus. Apalagi, saya di e-mail langsung undangannya. Lokasinya juga tidak terlalu jauh, di Ancol. Tapi apa daya, saya tidak mau memperparah kondisi saya. Ironisnya lagi, bertepatan juga dengan Trip Pantai Pasir Putih yg diadakan Vadiar cabang Surabaya. Hhuhuhu….ingin nangis rasanya, mana diperparah dengan ajakan persuasif teman2 saya di Surabaya sana yang kerap bikin saya ngiler pengen ikut. Tapi toh mereka mengerti dengan kondisi saya, walau teteup….saya selalu dibayang2i bujukan rayuan maut mereka,hihihihi…..

- Saya masih hutang dengan teman internasional saya, Vojka (baca: Uieka; Wika), yang telah dijanjikan bersama teman2 Vadiar Bogor untuk jalan2 keliling Bogor dan mencicipi kulinernya. I am deeply sorry, Vojka…


Hasil dari sakit yang bertubi2 adalah I lost 5 kg of my weight! Rasanya tidak terlalu mengembirakan karena akibat dari sakit yang bertubi2, walaupun banyak teman2 saya yang iri karena merasa ‘too much fat’ in their body dan ingin seperti saya yang kurusnya langsung drastis. Bayangin aja, celana jeans yang biasa saya pakai tanpa ikat pinggang sekarang harus dibantu ikat pinggang jika saya ingin tetap memakainya. Gak tanggung2, saya harus mengencangkan ikat pinggangnya hingga lubang tersempit! Gimana gak ekstrem coba?! Tapi sisi positifnya adalah saya merasa badan jauh lebih segar dan ringan,hehehheee….. just look at the bright side rather than the dark one. Ntar malah stress jadinya.

Intinya, yang saya rasakan adalah ‘ketidaktahuandiri’ ketika merunut2 mengapa saya bisa sakit seperti ini. Aktivitas yang terlewat padat, beban pikiran yang terlalu banyak karena berkutat dengan idealisme, pola makan&istirahat yang kacau menjadikan tubuh saya ringkih. Saya terlalu berkutat dengan sisi idealisme saya dimana saya merasa ‘okay, I think I can handle all of it’. Dan lebih parahnya lagi, ketika signal2 sudah semakin menguat saya tetap memaksakannya. Itulah yang menyebabkan bodi saya soak. Wew, sejak saat itu saya agak taruma dengan yang namanya jajan dan angin malam. Tapi saya tidak bisa jadi full anak rumahan yang begitu beres kuliah langsung pulang. Mungkin saya akan kembali aktif, tapi bertahap dan tidak langsung diforsir. Begitulah.

Puisi Penyejuk Hati

Lagi, saya menemukan SMS dari salah satu sahabat saya, Nara, ketika kami berdua sedang dilanda kegalauan yang luar biasa. Masalahnya berbeda, namun kami merasakan risau luar biasa. Pada 1 Oktober 2008 pukul 11.57, saya mendapatkan SMS yang berisi puisi penyejuk hati itu. Mungkin saja bagi yang sedang mengalami kegundahan yang sama lalu membaca kata2 di bawah ini hatinya menjadi sejuk ^_^

Aku minta pada Allah setangkai bunga segar…
Tapi…Dia beri aku kaktus berduri…

Aku minta kupu-kupu tapi diberiNya ulat…


Aku sedih dan kecewa…
Tapi aku tetap bersabar

Namun…
Tak lama kemudian kaktus itu berbunga indah sekali…

Dan ulatpun menjadi kupu-kupu yang sangat cantik!

Begitulah cara Allah mengasihi kita : INDAH PADA WAKTUNYA…