Sabtu, 04 Oktober 2008

LASKAR PELANGI DAN 3 NYONYA

Kemarin (Senin, 29 September 2008), semuanya serba unpredictable. Kenapa udah susah2 bikin planning tapi tetep ujung2nya jadi spontanitas, improvisasi. Well, itu salah satu bukti bahwa manusia boleh berencana but finally Allah SWT yg menentukan.

Gini lho, awalnya saya berencana pada hari itu bubar (buka puasa bareng) temen2 alumni SMAN 6 Bogor khusus kelas IPA 1, tapiii….berhubung pukul 10.00 saya belum mendapat konfirmasi lagi dari teman2 mengenai kejelasannya, sementara saya mendapatkan tawaran yg lebih menggiurkan; nonton Laskar Pelangi! Moment ini telah saya tunggu2 sejak saya mendapat kabar bahwa penayangan serentaknya pada tanggal 26 September 2008. Sooo…pada pukul 11.00 saya diminta untuk ke Jl. Ciung no.10, berkumpul di rumah salah satu tante saya (saya memanggil beliau Bu Yayi) bersama sodara2 yg lain. Nah, dari sana kami akan berangkat bersama2 menggunakan Kijang Innova hitam yg dikendarai dan milik om saya tentunya, yaitu Om Yayok. Saat itu saya masih sempat2nya mikir apa bisa ya mepet2 tetep maksa ikutan bubar sama temen2, dgn asumsi sesampainya di Jakarta filmnya mulai sekitar pukul 13.00 dan beres pukul 15.00. paling telat nyampe Bogor pukul 17.00 lah, jadi masih bisa gitu. Tapi yg namanya jalan2 ma keluarga udah pasti bakal ada embel2 tambahan, apalagi puasa udah mau berakhir, jadilah jadwal ditambah dgn buka puasa habis nonton.

In my humble opinion,, filmnya bagus kok. Tapi emang saking saya enjoy ngikutin plotnya, saya jadi rada speechless buat menjelaskannya. Initially saya exciting bgt, tapi gak tahu gimana harus menuliskannya. Memang benang merah dalam film tsb dapat segera ditebak, yaitu pendidikan. Pada penutupan film tsb dicantumkan UUD 1945 Pasal 31 (1) yg berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” yang saya rasa sudah cukup eksplisit. Setting dalam novelpun digambarkan dengan cukup apik. Saya jadi ngiler juga pengen backpacking ke Gantong, Belitong. Tapi saya setuju dgn review Kompas edisi Minggu, 28 September 2008 mengenai alur cerita yg kurang fokus. Kalau dalam novel kan jelas2 fokus utama cerita adalah Ikal yg tak lain refleksi kisah nyata sang penulis, Andrea Hirata. Tapi namanya film tidak bisa disamakan dgn novel yg mampu medeskripsikan segala sesuatu secara mendetail. Makannya novel bisa saja terdiri dari ribuan halaman, tapi film kan dibatasi durasi, jadi gak mungkin juga lah mas Riri Riza dan mbak Mira Lesmana memasukkan semua unsur yg terdapat dalam novelnya ke versi layar lebarnya. Walaupun kurang fokus itu tadi, tapi tetap tidak mengurangi kenikmatan menonton. Penokohan dan akting para pemainnya begitu natural. Gak salah deh dgn memilih pemainnya bocah2 asli Belitong, ditambah dgn aktor dan aktris senior yg sungguh profesional dalam pendalaman karakter. Saking terhanyut dgn ceritanya, Om Yayok dan Tari (sepupu saya) sampai menangis haru sepanjang film berlangsung. Dasar like father like daughter!! Hehehe…tapi saya juga disindir sama mereka gara2 kurang sensitif. Ya mo gimana lagi, saya termasuk tipe orang yg susah ngeluarin air mata sih. Klo Tari yg nangis sih wajar, soalnya dia lagi masa2 teenage girl bgt yg lagi mellow2nya, tapi yg paling gak nyangka ya Om saya itu. Awalnya saya kira beliau flu gitu, soalnya saya berkali-kali denger suara tarikan ingus, tapi pas saya sadar Bapak-anak itu duduk mengapit saya, dan voila! Saya memergoki keduanya sedang menangis, hohohoho..! Terus terang sensasi setelah menontonnya sungguh luar biasa, saya dihinggapi rasa haru dan bersyukur yg tak terhingga pada Allah SWT karena kondisi saya sungguh2 jauh, jauh, jauh lebih baik dibandingkan dengan nasib anak2 Belitong tsb. Sudah sepatutnya saya banyak2 bersyukur dan termotivasi untuk berani mengejar mimpi. Juga saat itu menjadi pengalaman pertama saya nonton di bioskop Grand Indonesia (dulunya Plaza Indonesia; masih sama sih tapi diperluas aja bangunannya dan konsepnya sedikit berbeda). Setting tempatnya bagus kok…dgn menawarkan konsep walking shop karena didesain suasananya seperti jalanan lengkap dgn jalan buatan (seperti aspal tapi saya rasa bukan dilapisi aspal yah, dari bahan lain mungkin…), lampu jalan, petunjuk jalan, etc. Toilet bioskopnyapun unik, awalnya ketika saya mengantar Tari gara2 dia kebelet, kami hampir putus asa karena tak kunjung menemukan tempat yg dituju. Finally saya melihat seorang cewek yg masuk lewat pintu hitam dan kelihatannya juga kebelet. Eeehhh…benar saja, ternyata pintu hitam tsb memang toiletnya! Interior toiletnyapun serba hitam dgn pencahayaan minimalis, tapi lumayan oke kok. Unik lah konsepnya… malahan kami jadi betah berlama2 dan baru sadar kalau kami dicariin karena filmnya akan segera dimulai! Hahaha….gara2 toilet jadi hampir telat nonton. Kamipun sempat jalan2 sebentar menyusuri Grand Indonesia sembari menunggu waktu berbuka. Saya sungguh kepincut dgn barang2 etnik produksi dalam negeri yg dipajang di Seibu, tapi sayang kocek saya gak cukup, hiks…T_T. Ya terpaksa cukup puas dgn melihat2, menyentuh dan kalau beruntung bisa mencobanya, hehehe…dasar gak mau rugi.

Ketika kami meninggalkan Grand Indonesia dan dalam perjalanan menuju tempat berbuka, terjadi sedikit perdebatan. Dan ujung2nya diputuskan tempat berbuka menjadi di Kedai 3 Nyonya. Restoran dgn bangunan dan interior tempo doeloe tsb berlokasi di Jl. KH Wahid Hasyim no.73 (haduh…saya lupa nama daerahnya apa, yg jelas sih di Jakarta). Sebenarnya menunya biasa aja…tapi rasanya oke dan desain interiornya yg serba tempo doeloe menciptakan suasana yg berbeda aja. Ngangenin gitu. Serasa kaya di rumah nenek deh bagi yg neneknya orang Jawa Tengah. Ya skalian wisata kuliner ala pak Bondan Winarno lah… Di tengah suasana berbuka yg syahdu namun hangat karena penuh canda anggota keluarga, Om Yayok iseng menanyai kami satu persatu tentang kesan menonton film Laskar Pelangi.
- Om Yayok: “ Betapa bersyukurnya kita dibandingkan dengan anak2 Laskar Pelangi itu ya…jadi kalian harus lebih bersemangat lagi dalam belajar. “ (bener dah..nasihat yg dalem, Om!)
- Saya: “ Saya jadi termotivasi dan belajar berani untuk mengejar mimpi! “
- Tari : “ Aku terharu banget loh waktu Lintang jadi juara cerdas cermat, tapi habis itu ternyata bapaknya meninggal, hikss..”
- Kikin: “ Mm…bagus kok..menginspirasi. “
- Tami: “ Apa ya?? Habisnya aku bingung sih waktu nonton filmnya! “ (ini nih bagian testimoni terlucu dari kami semua yg menonton, soalnya emang Tami yg paling junior. Bagi dia perlu waktu lebih dari 3 hari untuk mencerna selurh isi film tsb, wakakakakakakkkk!!!!)

MORAL OF THE STORY: Rugi deh klo yg gak sempet nonton Laskar Pelangi dan makan di Kedai 3 Nyonya! Huehehehe…..

Tidak ada komentar: