Life to choose. Lagi2 kata2 itu terngiang2 dalam benak saya ketika saya harus mengambil sebuah keputusan. Keputusan yang sangat penting akan masa depan saya. Punya mimpi, idealisme, dan cita2 sah2 aja. Tapi saat ini saya dituntut realistis. Pasti bakal banyak orang2 terdekat saya menyayangkan keputusan saya ini. Sebenarnyapun keputusan ini merupakan opsi paling akhir dalam future plan saya. Honestly saya shock sekaligus surprised ketika pada 31 Agustus 2008 sekitar pukul 21.00, mengetahui bahwa saya diterima di jurusan Filsafat, Universitas Indonesia. Memang saat itu saya sempat terlarut dalam suatu euphoria karena memang saya sebelumnya sudah hopeless dengan hasil SNMPTN yg saya ikuti kemarin. Bagi saya hal tsb merupakan suatu mukjizat, hehehe… Tapi menyadari keadaan finansial orang tua saya yg sedang morat-marit, terlebih lagi deadline pendaftaran universitas swasta yg telah saya coba masuki sebelumnya bertepatan dgn pengumuman tsb, yaitu 1 Agustus 2008, saya memutuskan untuk tidak memilih mimpi idealis saya dan mencoba untuk realistis. So, sekarang saya resmi terdaftar sebagai mahasiswi hukum di Universitas Pakuan, Bogor. Terlebih karena lokasinya masih dalam kota, restu ortupun terasa lebih afdhol. Saya lebih baik kuliah dgn restu ortu yg cukup dibandingkan mementingkan prestise tapi tanpa restu ortu. Boleh dibilang saya sangat mempercayai ridho Allah bergantung pada ridhonya orang tua. Lagipula, mereka khawatir sekali jikalau saya belajar filsafat saya akan cenderung sekuler dan memang materinya cukup rumit. Belum lagi lapangan kerja yg terbatas. Memang sih suatu kebanggaan terbesar bisa kuliah di universitas paling top se-Indonesia, tapi sayang jika saya kuliah di sana hanya untuk mengejar kebanggaan.
Memang awalnya terasa sedikit kecewa, tapi saya jadi termotivasi ketika ortu bilang: “Ninis, We believe that you’ll be great in this major (law alias hukum).” Belum lagi dukungan tante saya, yg juga sedang menempuh S2 Hukum, secara habis2an, mulai ketika saya mendaftar, ikut tes, lulus seleksi dan akhirnya registrasi ulang yg sangat melelahkan. Tante saya tsb sudah saya anggap ibu saya sendiri, jadi saya sangat respek dgn segala masukan2 darinya. Dan sekarang saya malah bersyukur karena jikalau ada kesulitan dalam pengerjaan tugas, saya bisa minta bantuan beliau, hihihihi………
Oh yaaa,, ngomong2 ttg registrasi ulang, sebetulnya saya merasa birokrasinya terlalu bertele2. Istilahnya: yg gampang kok dibikin susah?! Segitu saya sudah mempersiapkan persyaratan registrasi ulangnya dari jauh2 hari dan ditaruh dalam sebuah map yg tersusun rapih, masih saja dibikin ribet. Ketika awal menghadap petugas registrasi, saya dan tante saya dibuat bingung karena kami seharusnya menyetorkan uang pangkal+semester pertama ke Bank Mandiri terlebih dahulu sebelum datang ke ruang registrasi tsb. Kebetulan di tempat tsb memang terdapat ATM Mandiri, jadi tante saya2 cepat mentransfer sejumlah uang yg ditentukan ke no. rekening yg telah ditentukan. Ternyata urusannya belum sampai disitu. Ketika kami kembali ke meja registrasi, petugasnya malah menyalahkan tindakan tante saya karena uangnya ditransfer sebelum saya mengisi formulir registrasi dan mendapat nomor pokok mahasiswa. Terang saja kami bingung karena omongan beliau (FYI, petugas yg menerima kami merupakan orang yg sama ketika sebelum dan sesudah mentransfer) tidak konsisten. Akhirnya sih dapat di-covered dan kami disuruh memfotocopy slip transfer sebanyak 2 rangkap untuk kemudian dikembalikan (lagi) pada beliau berikut formulir registrasi yg sudah diisi dan persyaratan2 yg dibutuhkan. Sebetulnya saya kasihan sekali pada tante saya karena kami harus bolak-balik dari gedung belakang ke gedung depan demi mengurus tetek bengek tsb, lagipula beliau memakai high heels, pasti rasanya lebih melelahkan dibandingkan saya yg memakai sepatu-sandal biasa.
Dan cobaanpun masih terus berlanjut. Ketika kami tersengal-sengal menyerahkan semua persyaratan tsb ke meja registrasi, saya masih harus mengisi formulir yg terdiri dari 4 lembar untuk data mahasiswa. Konyolnya, formulir tersebut terdiri dari 3 lembar biodata mahasiswa dgn format yg sama persis dan 1 lembar pernyataan bermaterai. Saya baru realized bahwa saya harus mengisi 3 lembar tersebut secara manual karena kertasnya non-carbonized! Gilaaa….segitu ribetnya sesuatu yg harusnya praktis n simpel?? Sekalipun saya bosan dan merasa persendian tangan sudah terkilir, tapi mau gak mau saya harus mengisinya. Huff…
Keribetan masih berlanjut ketika kami harus ke Bank Mandiri pusat di cabang Djuanda, karena Universitas Pakuan bekerjasama dengan Bank Mandiri dalam urusan pembayaran, so mau gak mau mahasiswanya harus punya rekening di sana dan pembuatan kartu mahasiswapun diproses di sana! Sebenarnya feeling saya udah gak enak ketika melewati pintu masuk dan melihat kondisi bank yg hiruk-pikuk. Walaupun kami disambut ramah (sikap standar staff2 bank) oleh securitynya dengan dibukakan pintu, menawarkan bantuan dan mengambilkan nomor antri. Beruntung kami mendapatkan tempat duduk yg nyaman di tengah hiruk-pikuk tsb. Hal yg paling melelahkan dari semua itu adalah saat2 menunggu giliran. Mendapatkan tempat duduk yg nyaman tidak menjadi faktor yg dapat mempertebal kesabaran kami. Bayangkan, sebegitu lamanya proses menunggu dipanggilnya nomor antrian saya (saya dapat no. antrian 40 dan ketika duduk saya dengar antrian sudah mencapai no. 30; kami menunggu dari pukul 12.30 sampai 14.00 atau kira2 1 jam lebih, padahal untuk 1 no.antrian normalnya seorang customer service membutuhkan paling lama 10 menit untuk melayani! Jika dihitung2 seharusnya kami tidak harus menunggu selama itu), kami terlambat makan siang dan menjadi super bosan.
Untungnya, tempat duduk kami tepat di depan meja customer loan yg petugasnya (sumpah) GANTENG ABIISSS!! So lumayanlah, ada something fresh dibalik proses menunggu yg menjenuhkan, hehehe…belakangan saya tahu mengapa antrian bisa sebegitu lamanya, ternyata ada satu meja customer service yg sengaja lama memproses registrasi satu mahasiswa. Lamanya tersebut karena si mahasiswa rupanya cute (yaa…mirip2 afgan lah..; saya setuju dgn mbak customer servicenya soal ini!) dan mbak customer servicenya juga betah banget ngeliatin si cowok yg sumpah, super lelet ketika mengisi form aplikasi. Tapi pasti saya juga kalo jadi si mbak itu juga bakal bertindak yg sama, karena rasa kesal kita bisa hilang sedemikian mudahnya dengan senyuman si cowok yg cute tapi super lemot itu. Saya cuma berharap semoga ci cute tapi lemot itu gak satu jurusan dengan saya, apalagi satu kelas ataupun kelompok. Bisa2 saya depresi mulu! Kira2 pukul 14.30 kami selesai. Lega sekaligus masih terheran2 dengan performa bank yg jadi salah satu bank unggulan di Indonesia. Segitu di pusatnya tapi pelayanannya jauh dari standar (menurut kami). Payah.
Saya baru menyadari kalau saya super duper lelah ketika berjalan keluar bank. Kaki dan tangan saya bergetar hebat. Akhirnya kami memutuskan untuk mampir ke sebuah minimarket membeli roti dan minuman untuk pengganjal sebelum tiba di rumah. Padahal sebelumnya kami berencana mampir ke tempat yg ada hotspotnya karena banyak keperluan untuk surfing di dunia maya. Tapi kami sudah terlalu lelah hingga memutuskan untuk pulang saja. Bayangkan, berarti saya menjinjing laptop dari berangkat (kira2 jam 9.30) hingga pulang tanpa arti. Sudahlah, yg penting urusan administrasi beres. Saya memaknai langkah yg saya ambil ini merupakan filosofi dari mundur selangkah untuk maju tiga langkah. Mengalah untuk suatu kemajuan yg lebih baik. Mudah2an memang ini yg terbaik. ^_^
Add title
6 bulan yang lalu
1 komentar:
mending tadi laptopnya dipakai waktu nunggu dibank biar g suntuk... maen game kek
Posting Komentar